BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkin kan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.Secara nasional,standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasar nya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Dalam hal ini puskesmas sebagai salahsatu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan), preventif
(pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihankesehatan).
Oleh karenanya, puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang
sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu. Ada enam jenis pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh puskesmas yakni, promosi kesehatan, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan,
pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar. Pelayanan pengobatan dasar di puskesmas,
harus ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang
bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumberdaya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, sarana,
prasarana dan metode tata laksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan
Manajemen obat di Puskesmas sangatlah penting karena merupakan salah satu aspek penting.Tujuan manajemen obat
adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah
maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai
sebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang
dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan
obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien.
Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari Puskesmas karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negative terhadap biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistic obat merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat menentukan keberhasilan manajemen Puskesmas secara keseluruhan. Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang
untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien.
Kebijakan Obat Nasional (KONAS) bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat baik dari segi jumlah dan jenis yang mencukupi, juga pemeratan,
pendistribusian dan penyerahan obat-obatan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Dengan adanya pengelolaan obat yang baik diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih maksimal.
Ketidak cukupan obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor.Salah satu faktor yang sangat menentukan yaitu factor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif dan kurang efisien.
Permintaan/pengadaan obat juga merupakan suatu aspek dimana permintaan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak terjadi suatu kelebihan atau kekurangan obat. Kelebihan obat atau kekosongan obat tertentu ini dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat dan tidak rasional, agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka pengelolaan obat puskesmas perlu dilakukan sesuai yang ditetapkan dan diharapkan dimana dalam pengelolaan harus memperhatikan penerimaan, penyimpanan serta pencatatan dan pelaporan yang baik.
Dalam pencatatan dan pelaporan di Puskesmas perlu memperhatikan adanya obat rusak atau kadaluarsa dan obat yang hilang. Hal ini dapat di cantumkan dalam laporan obat rusak atau kadaluarsa dan surat pernyataan obat hilang
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah hubungan antara ketidakefienan pengelolaan obat dipuskesmas
terhadap kebocoran anggaran di puskesmas ?
2.
Apa upaya yang harus dilakukan puskesmas dalam mengatasi ketidakcukupan
obat dipuskesmas ?
3.
Bagaimana peran serta puskesmas dalam mengatasi obat hilang , obat rusak/
daluarsa ?
1.3.
Tujuan
Penelitian
1.
Mengetahui hubungan antara ketidakefienan
pengelolaan obat dipuskesmas terhadap kebocoran anggaran di puskesmas ?
2.
Mengetahui upaya yang harus
dilakukan puskesmas dalam mengatasi ketidakcukupan/kelebihan obat dipuskesmas
3.
Mengetahui agaimana peran serta puskesmas dalam mengatasi obat hilang ,
obat rusak/ daluarsa
1.3. Manfaat Penelitian
1.3.1. Bagi Pembaca
1. Menambah dan memperluas wawasan pembaca
1.3.2.
Bagi Penulis
1. Mengetahui pengelolaan obat rusak, obat hilang
dan obat kadaluarsa di puskesmas
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1.
Laporan Obat rusak dan atau Daluarsa
2.1.1. Pihak –
pihak yang menggunakan laporan obat rusak dan atau daluarsa :
Kepala
Puskesmas
Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengelolaan obat dan pencatatan pelaporan, mengajukan obat untuk
pengadaan persediaan kepada Kepala Dinas/Kepala GFK, menyampaikan laporan
bulanan pemakaian obat, melaporkan semua obat yang hilang, rusak maupun
kadaluarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan/Kepala GFK.
Petugas Pengelola Obat
Petugas gudang obat bertanggung jawab
dalam menerima obat dari GFK, menyimpan dan mengatur ruang gudang obat
serta mengendalikan persediaan obat, mendistribusikan obat untuk unit
pelayanan obat, mengawasi mutu obat, melakukan pencatatan danpelaporan. Petugas
gudang obat membantu Kepala Puskesmas dalam hal menjaga keamanan obat,
penyusunan persediaan, distribusi dan pengawasan persediaan obat.
2.1.2. Kegiatan yang harus dilakukan :
Mengumpulkan obat – obatan yang rusak dan atau daluarsa
Catat
jenis dan jumlah obat yang rusak / daluarsa tersebut pada formulir laporan obat
rusak / daluarsa seperti terlampir.
Catat
jumlah obat yang rusak / daluarsa pada kartu stok pada kolom pengeluaran.
Isi
format laporan.
Kirimkan obat yang rusak / daluarsa bersama – sama laporan ke Dinas Kesehatan
Dati II
2.1.3. Manfaat informasi laporan Obat rusak dan atau
daluarsa :
Untuk
memperbarui catatan mutasi obat dalam kartu stok pada satuan kerja yang
melaporkan dan yang menerima kembali obat rusak / daluarsa.
Untuk
mengetahui persediaan obat yang betul – betul dapat dipakai
Sebagai informasi awal untuk menelusuri penyebab kerusakan obat
2.1.4. Contoh format laporan obat rusak atau kadaluarsa
No
|
Jenis Obat
|
No. Batch/ No.
Lot
|
Tanggal
Kadaluarsa
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
2
|
Ampisilin 500mg
|
Dp 10012356
|
01-6-92
|
100 Kaplet
|
Kadaluarsa
|
3
|
Timin Hcl 50mg
|
Thm 11757
|
700 Kaplet
|
Rusak
|
|
Yang
menerima Melaporkan/Menyerahkan
Obat
(......................................) (.....................................)
2.1.5. Penanganan Obat Rusak dan Kadaluarsa
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak layak pakai (karena rusak
atau kadaluarsa), maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a)
Petugas ruang farmasi, kamar suntik atau unit pelayanan
kesehatan lainnya segera melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut
kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat puskesmas.
b)
Petugas gudang obat puskesmas menerima dan mengumpulkan obat
rusak dalam gudang. Jika memang ditemukan obat tidak layak pakai maka harus
segera dikurangkan dari catatan sisa stock pada masing-masing kartu stock
yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan obat rusak atau kadaluarsa yang
diterimanya dari satuan kerja lainnya, ditambah dengan obat rusak atau
kadaluarsa dalam gudang kepada Kepala Puskesmas.
c) Kepala Puskesmas selanjutnya
melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak atau kadaluarsa kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, untuk kemudian dibuatkan berita acara
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Anonim, 2006a).
2.2. Surat Pernyataan
Obat Hilang
2.2.1. Pihak yang menggunakan :
Kepala
Puskesmas
Petugas Pengelola
2.2.2. Pihak
yang menyimpan untuk diproses lebih lanjut :
Lembar
pertama untuk Dinas Kesehatan Dati II
Lembar
kedua untuk Gdang Farmasi Kabupaten / Kodya
Lembar
ketiga untuk Arsip Puskesmas
2.2.3. Kegiatan
yang harus dilakukan :
Mempersiapkan Surat Pernyataan Obat Hilang sesuai dengan petunjuk berikut.
Menyusun daftar obat jadi yang hilang seperti format terlampir.
2.2.4. Fungsi :
Sebagai bahan laporan kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II
2.2.5. Manfaat
informasi Surat Pernyataan Obat Hilang :
Masukan untuk langkah – langkah pengamanan
2.2.6.
Format Surat Pernyataan Obat Hilang :
Puskesmas: (1)__________________
Pemerintah
Daerah Tk II.
(2)_____________________
Surat Pernyataan Obat Hilang
Pada hari ini, tanggal (3)____ bulan
(4)___________, kami yang bertanda tangan di bawah ini selaku Kepala Puskesmas (6)___________________
Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya (7)_______________ telah memeriksa dan
memastikan adanya kejadian obat hilang di lokasi (8)______________ yang
termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas (9)_____________ bersama-sama dengan
petugas pengelola obat bersangkutan.
Jenis dan jumlah obat yang hilang
dinyatakan pada lampiran surat pernyataan ini.
Kejadian tersebut timbul sebagai akibat
dari (10____________________________________
___________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________
Demikian surat pernyataan ini disusun,
agar dapat dipergunakan seperlunya.
Petugas Pengelola Obat Kepala
Puskesmas
(11)________________ (12)_________________
(....................................) (..................................)
2.2.7. Lampiran daftar obat hilang
Lokasi : (a)............................
Tanggal : (b)............................
No
|
Nama Obat
|
No. Batch/ No.
Lot
|
Jumlah
|
Keterangan
|
2.2.8. Penanganan obat hilang
Tujuan
penanganan obat hilang sebagai bukti pertanggung jawaban kepala puskesmas
sehingga diketahui persediaan obat saat itu. Untuk menangani kejadian obat
hilang, perlu dilakukan langkah – langkah sebagai berikut :
1.
Petugas pengelola obat yang
mengetahui kejadian obat hilang segera menyusun daftar jenis dan jumlah obat
hilang, serta melaporkan kepada kepala puskesmas. Daftar obat hilang tersebut
nantinya akan digunakan sebagai lampiran dari berita cara obat hilang yang
diterbitkan oleh kepala puskesmas.
2.
Kepala puskesmas kemudian memeriksa
dan memastikan kejadian tersebut, serta menerbitkan berita acara obat hilang.
3.
Kepala puskesmas menyampaikan
laporan kejadian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, disertai
berita acara obat hilang.
4.
Petugas pengelola obat selanjutnya
mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang tersebut pada masing-masing kartu
stok.
5.
Apabila jumlah obat yang tersisa
diperhitungkan tidak lagi mencukupi kebutuhan pelayanannya, segera disiapkan
LPLPO untuk mengajukan tambahan obat.
6.
Apabila hilangnya obat karena
pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan membuat berita acara.
2.3 Alur pelaporan pemakaian obat dan
permintaan obat :
2.3.1. Skema alur pemakaian dan permintaan
obat :
LPLPO
LPLPO LPLPO
|
|
|
|
|
= jalur pelaporan
= jalur distribusi obat
a. Gudang Puskesmas
Penerimaan dan pengeluaran obat gudang dicatat dalam kartu stok. LPLPO dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat.
Penerimaan dan pengeluaran obat gudang dicatat dalam kartu stok. LPLPO dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat.
Petugas
Gudang Obat Puskesmas
Ø
Menerima, menyimpan, memelihara obat
yang ada di gudang membuat catatan mutasi obat yang keluar maupun yang masuk
gudang tobat Puskesmas dalam kartu stok.
Ø
Mempersiapkan data penerimaan dan
pemakaian obat
Ø
Mengkompilasi
data pemakaian dan sisa obat dari masing – masing sub unit
Ø
Mempersiapkan laporan pemakaian dan
permintaan obat
Ø
Menerima, menyimpan dan memelihara
LPLPO yang sudah diisi.
Ø
Melayani permintaan obat oleh kamar
obat dan Puskesmas Pembantu
Ø
Menerima dan mengumpulkan obat rusak
/ daluarsa dari gudang simpanannya, kamar obat dan Puskesmas Pembantu
Ø
Mempersiapkan laporan obat hilang,
rusak dan daluarsa
Ø
Melaporkan obat yang tidak dipakai,
hilang, rusak dan daluarsa kepada Kepala Puskesmas
Ø
Menyimpan kartu stok selama 10 tahun
b. Kamar Obat
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
Petugas
Kamar Obat Puskesmas
Ø
Menyimpan, memelihara dan membuat
catatan mutasi obat yang diterima maupun yang dipakai oleh kamar obat Puskesmas
dalam bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat
Ø
Memberi tanda “ UMUM “ pada resep –
resep untuk pasien umum
Ø
Memberi tanda “ PHB “ pada resep –
resep untuk peserta PHB Asuransi Kesehatan.
Ø
Memberi tanda “ Gratis “ pada resep
– resep untuk pasien yang tidak membayar biaya pelayanan.
Ø
Memelihara dan menyimpan resep obat
secara tertib ( untuk bukti pengeluaran obat kepada pasien )
Ø
Setiap awal bulan mempersiapkan data
pemakaian obat dan jumlah penerimaan resep ( umum, PHB dan gratis )
Ø
Membuat laporan dan secara berkala
mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat.
Ø
Melayani permintaan obat untuk
keperluan Kamar Suntik, Puskesmas Keliling dan Posyandu
Ø
Menyimpan dan memelihara obat yang
ada di Kamar Obat.
Ø
Menyerahkan kembali obat rusak /
daluarsa kepada Petugas Gudang Obat.
c. Puskesmas
Pembantu
Petugas Puskesmas Pembantu
Ø
Menyimpan, memelihara dan membuat
catatan obat yang digunakan maupun yang diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam
bentuk Buku Catatan Harian Penerimaan dan Pengeluaran Obat.
Ø
Setiap awal bulan mempersiapkan data
pemakaian obat, sisa stok dan melaporkan serta mengajukan permintaan obat
kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat.
Ø
Menyimpan resep – resep obat sebagai
bukti penggunaan obat.
Ø
Menyerahkan kembali obat rusak /
daluarsa kepada Kepala Puskesmas / Petugas Gudang Obat.
d. Kamar Suntik
Setiap hari pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan tambahan obat.
Setiap hari pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk permintaan tambahan obat.
Petugas Kamar Suntik
Ø
Menyimpan, memelihara dan membuat
catatan obat yang digunakan maupun yang diterimanya dalam bentuk Buku Catatan
Harian Penerimaan dan Pemakaian Obat.
Ø
Setiap awal bulan (atau jika stok
hampir habis) mempersiapkan data pemakaian obat dan melaporkan serta mengajukan
permintaan obat kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat.
Ø
Menyimpan obat yang ada di Kamar
Suntik dengan baik / pada tempat yang sesuai.
Ø
Menyerahkan kembali obat rusak /
daluarsa kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat.
d. Puskesmas
Keliling
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. LPLPO dibuat 3 rangkap yaitu 1rangkap untuk Dinkes Kabupaten/Kota melalui UPOPPK , 1 rangkap lainnya disimpan LPLPO dan 1 rangkap untuk Arsip Puskesmas.
Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada buku pengeluaran harian. LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok. LPLPO dibuat 3 rangkap yaitu 1rangkap untuk Dinkes Kabupaten/Kota melalui UPOPPK , 1 rangkap lainnya disimpan LPLPO dan 1 rangkap untuk Arsip Puskesmas.
Petugas puskesmas
keliling
Ø
Setiap kali
melaksanakan kegiatan lapangan, mengajukan permintaan obat yang diperlukan
kepada Kepala Puskesmas / Petugas Kamar Obat
Ø
Mencatat pemakaian dan sisa obat
Ø
Menyimpan resep – resep obat sebagai
bukti penggunaan obat
Ø
Setelah selesai dengan kegiatan
lapangan, segera mengembalikan sisa obat kepada Kepala Puskesmas.
2.3.2. Waktu pembuatan laporan
Secara periodik setiap Unit dan Sub Unit Pelayanan Kesehatan harus
membuat laporan obat dengan menggunakan form LPLPO (Puskesmas, kamar obat,
kamar suntik, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Posyandu)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Kebocoran Anggaran di Puskesmas
Salah satu upaya yang
dilaksanakan Puskesmas adalah pengadaan peralatan dan obat-obatan yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mengingat pengobatan merupakan salah
satu kegiatan Puskesmas maka penyediaan perlu dengan pengelolaan yang baik dan
benar dari Puskesmas. Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut aspek perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat
yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan
jenis perbekalan farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber
yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata
laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit
kerja
Pengelolaan merupakan
suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang dilakukan
secara efektif dan efisien. Apabila Pengelolaan
obat di Puskesmas tidak berjalan dengan baik maka akan memberikan dampak terhadap biaya operasional
Puskesmas, akibat dari terjadinya kebocoran anggaran
pada saat Pengelolaan.
Pengelolaan pada saat perencanaan yang tidak
baik dapat berakibat pada penumpukan barang/ obat yang tidak terpakai digudang
sehingga obat tersebut akan rusak atau telah mencapai expired. Selain itu penerimaan
obat yang tidak disesuaikan dengan LPLPO oleh Tenaga Teknis Kefarmasian dengan
obat yang telah diterima juga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan
obat pasien. Oleh karena itu bahan logistic obat dapat dikatakan sebagai salah
satu tempat kebocoran anggaran dipuskesmas. Dan akan mengakibatkan
terjadinya ketidakefesienan biaya
operasional di Puskesmas.
Dengan manajemen pengelolaan Obat yang baik
maka biaya operasional dapat ditekan dengan biaya yang serendah rendahnya
sehingga mencegah terjadinya kebocoran anggaran di Puskesmas. Dan dengan
Pengelolaan yang baik dari Puskesmas maka obat yang tersedia dapat tepat jenis, tepat jumlah serta tepat waktu dan tersedia
pada saat dibutuhkan.
3.2. Penangananan
Ketidakcukupan Obat di Puskesmas
Agar tercapai tujuan ideal dari
suatu pengobatan atau pelayanan kesehatan, idealnya obat harus tersedia,
artinya cukup dalam jumlah dan jenisnya. Kemudian obat itu harus ada setiap
saat, sehingga dapat diberikan kepada yang membutuhkan saat itu juga, dan
pasien tidak perlu menunggu lama, mengorbankan waktu hanya demi menunggu obat.
Terakhir, dan yang terpenting, obat itu harus terjamin mutunya dan harganya
harus terjangkau. Jika obat ada setiap saat dan lengkap, namun sudah
kadaluwarsa, itu tidak ada artinya. Sama juga jika obat generic yang disediakan
sangat sedikit. Tentu hal ini akan sangat memberatkan pasien yang kebanyakan
adalah warga kurang mampu.
Namun seringkali idealisme terbentur
dengan realita. Selalu saja ada hambatan-hambatan yang menghalangi terwujudnya
idelaisme yang baik itu. Hambatan yang dihadapi dalam hal ini diantaranya
adalah dana yang terbatas, padahal kebutuhan masyarakat bisa dikatakan tidak
terbatas. Kita tidak mungkin melarang orang lain sakit kanker misalnya.
Penyakit-penyakit tersebut bisa datang tanpa diundang, mendadak, dan tanpa
izin. Akhirnya kita tidak pernah tahu penyakit apa yang akan menyerang di
kemudian hari dan obat apa saja yang dibutuhkan untuk menanggulanginya.
Meskipun tentu saja, upaya preventif dan promotif bisa dilakukan untuk menekan
angka kejadian penyakit, namun tetap saja, hasil yang diharapkan belum tentu
dapat tercapai dan kemungkinan berbagai penyakit yang muncul tidak dapat kita
duga dengan akurat.
Untuk mengatur ketersediaan obat di
puskesmas, pemerintah membentuk KONAS. Kebijakan Obat Nasional (KONAS)
bertujuan untuk menjamin ketersediaan obat baik dari segi jumlah dan jenis yang
mencukupi, juga pemeratan, pendistribusian dan penyerahan obat-obatan
harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Dengan adanya pengelolaan
obat yang baik diharapkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih
maksimal. Implementasi desentralisasi kebijakan obat membawa implikasi
berupa perubahan mekanisme pembiayaan. Sebelum desentralisasi, anggaran
dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan persentase penduduk miskin, sedangkan
pasca desentralisasi anggaran ditetapkan masing-masing daerah menurut kebutuhan
dan permasalahan kesehatan yang dihadapi. Perubahan ini menimbulkan masalah
dalam alokasi dan distribusi terutama di daerah dengan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) relatif kecil. Alokasi menjadi sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya
Dana Alokasi Umum (DAU) serta kemampuan manajer obat di daerah mengelola dana
obat ini, oleh karena itu perlu memperhatikan aspek-aspek yang tercakup
didalamnya antara lain perencanaan obat harus berdasarkan data pengelolaan obat
yang akurat.
Terjaminnya ketersediaan obat di
pelayanan kesehatan akan menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri,
sehingga sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk
pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana
penyediaan obat secara efektif dan efisien.
Terjadinya ketidakcukupan merupakan
suatu masalah yang sering dijumpai di Puskesmas, dimana masalah tersebut bukan
hanya dipengaruhi oleh faktor dana tetapi juga dipengaruhi oleh proses
pengelolaan obat yang meliputi perencanaan, permintaan/pengadaan,
pendistribusian dan penggunaan obat. Proses pengelolaan akan berjalan efektif
dan efisien bila ditunjang dengan sistem informasi manajemen obat untuk
menggalang keterpaduan pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan obat.
Melihat dari beberapa permasalahan
manajemen obat di atas, menunjukkan pentingnya sebuah solusi dalam manajemen
obat di puskesmas. Secara ringkas, solusi tersebut ada 6 macam, yaitu Seleksi
obat, Penerapan Pedoman Pengobatan, Penggunaan obat rasional, Seleksi supplier,
Systematic cost reduction, dan Advokasi.
Seleksi obat menjadi penting karena
hal ini yang menentukan obat mana yang baik diberikan kepada pasien di
puskesmas dan mana yang tidak. Dengan seleksi ini,dapat dihindari adanya
obat-obatan yang tidak cocok atau tidak layak diberikan. Untuk para tenaga
medis, perlu adanya pedoman pengobatan yang baik dan sesuai standar yang diakui
internasional. Pemberian obat tentu saja tidak boleh sembarangan. Ada aturan
dan sistematika yang harus ditaati oleh seluruh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab memberikan pengobatan. Pedoman pengobatan ini sabgat mudah
didapatkan di internet, buku, dan jurnal. Badan yang mengeluarkannya pun harus
badan yang resmi, secara internasional maupun diakui secara nasional.
Setelah pedoman tersebut
diaplikasikan, maka yang penting lagi adalah penggunaan obat secara rasional.
Penggunaan obat secara rasional sangat penting untuk kesembuhan pasien dan
efisiensi biaya dan sumber daya yang dibutuhkan untuk pengobatan. Hal ini
penting untuk mencegah pengeluaran dana yang berlebih, multifarmasi, dan
polifarmasi. Pemilihan supplier obat juga menjadi hal yang tidak kalah
pentingnya. Karena supplier obat yang baik menentukan kualitas obat yang
didistribusikan. Kriteria supplier yang baik adalah yang masuk ke dalam
kriteria : Quality, Cost, Delivery, Flexibillity, Responsiveness. Biaya
yang dikeluarkan oleh puskesmas dalam upaya mengatur ketersediaan obat dan
biaya pasien dalam mengeluarkan dana untuk membeli obat juga harus dikurangi.
Namun hal ini tidak berarti mengurangi kualitas. Sebaliknya, kualitas harus
ditingkatkan. Efisiensi di sini diartikan sebagai upaya untuk menekan
biaya-biaya yang tidak perlu dikeluarkan. Harapannya, semua upaya kesehatan
yang dilakukan dapat tepat sasaran dan dana tidak terbuang percuma. Terakhir,
untuk melancarkan dan memuluskan tujuan utama yaitu manajemen obat yang baik,
perlua adanya upaya advokasi ke pemerintah. Advokasi ini bisa bermacam-macam.
Mulai dari dana, SK, dan kebijakan lainnya.
3.3.
Peran Puskesmas dalam Mengatasi Obat Rusak, Obat Hilang, dan Obat Kadaluarsa
Penanganan obat hilang, rusak dan kadaluarsa di puskesmas
merupakan :
a)
Penanganan
obat hilang bertujauan untuk sebagai bukti pertanggung jawaban kepala puskesmas
sehingga diketahui persediaan obat saat itu. Kejadain obat hilang dapat terjadi
karena adanya peristiwa pencariaan obatdari tempat penyimpanan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab
b)
Penanganan
obat rusak atau kadaluarsa bertujauan untuk melindungi pasien dari efek saping
penggunaan obat rusak atau kadaluarsa.
Untuk mengatasi obat rusak
dan atau kadaluarsa, maka dilakukan penghapusan. Penghapusan
adalah proses menghapus tanggung jawab bendahara barang satu pengelola barang
atas bahan tertentu sekaligus mengeluarkan dari catatan/pembukuan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Penghapusan barang diperlukan karena:
a. Bahan/barang rusak tidak dapat dipakai kembali
b. Bahan/barang tidak dapat
didaur ulang atau tidak ekonomis untuk didaur
ulang
c. Bahan/barang sudah melewati masa kadaluarsa (
expire date )
d. Bahan/barang hilang karena pencurian atau
sebab lain
Penghapusan barang/obat dapat dilakukan dengan:
a. Pemusnahan yaitu dibakar atau
dipendam/ditanam
b. Dijual/dilelang. Untuk
rumah sakit pemerintah dan puskesmas, hasil
penjualan dan pelelangan
harus disetor ke kas Negara. Setelah
penghapusan dilaksanakan, maka dibuat Berita Acara Penghapusan yang tembusannya
dikirim keinstansi terkait.
Sedangkan
untuk obat yang hilang maka puskesmas dapat :
- Puskesmas mebuat surat pernyataan obat hilang. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan digunakan sebagai lampiran dari berita cara obat hilang.
2.
Memeriksa dan memastikan kejadian
tersebut, serta menerbitkan berita acara obat hilang.
3.
Menyampaikan laporan kejadian
tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, disertai berita acara
obat hilang.
4.
Mencatat jenis dan jumlah obat yang
hilang tersebut pada masing-masing kartu stok.
5.
Apabila jumlah obat yang tersisa
diperhitungkan tidak lagi mencukupi kebutuhan pelayanannya, segera
disiapkan LPLPO untuk mengajukan tambahan obat.
6.
Apabila hilangnya obat karena
pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan membuat berita acara.
Puskesmas dapat menjadikan laporan obat
rusak, obat hilang, dan obat kadaluarsa sebagai pertimbangan dan evaluasi untuk
lebih meningkatkan Manajemen pengelolaan obat di Puskesmas.
Misalnya dari proses penyimpanan, baik
dari segi persyaratan farmasetis (suhu dan cahaya), dan penataan ruang
penyimpanan sehingga obat dapat terjaga dari kerusakan fisik, kimia, dan
terjaga mutunya.
Puskesmas juga dapat meningkatkan
pengendalikan pendistribusian obat dengan sistem FEFO, obat yang paling mendekati
kadaluarsa maka obat itu yang pertama di keluarkan sehingga dapat menghindari
adanya obat kadaluarsa yang menumpuk.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pengelolaan obat yang
tidakefesien dapat berakibat pada terjadinya kebocoran anggaran di Puskesmas
2. Upaya yang dapat dilakukan Puskesmas dalam
mengatasi ketidakcukupan obat adalah memperbaiki manajemen pengelolaan obat di
Puskesmas.
3. Puskesmas
dapat mengatasi obat yang telah rusak atau pun kadaluarsa dengan melakukan penghapusan obat.
4.2. Saran
1. Diharapkan kepada penulis selanjutnya dapat membuat makalah yang lebih
baik lagi dari yang sebelumya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku manajemen farmasi kelas XII. Penerbit Pilar
media.